Archive for April, 2012

noun clauses

1.     That dictionary is good
-that dictionary is good is an opinion from someone
2.       These glasses is expensive
-I think that these glasses is expensive
3.       Should we wait for him?
-I wonder if we should wait for him
4.       Did she borrow your dictionary?
-I want to know if she borrow your dictionary or not
5.       Does she need any help?
-I wonder  if she needs any help
6.       Is he having trouble?
-I wonder if he having trouble
7.       Does it belong to Jake?
-I want to know if it belongs to jake or anyone else
8.       Is there life on other planets?
-I wonder if there’s life on other planets
9.       Will people live on the moon someday?
-I wonder if people will live on the moon someday
10.    Is this information correct?
-could you tell me if this information is correct or false

berbicaralah dengan hati

Berbicaralah Dengan Hati Tak ada musuh yang tak dapat ditaklukkan oleh cinta. Tak ada penyakit yang tak dapat disembuhkan oleh kasih sayang. Tak ada permusuhan yang tak dapat dimaafkan oleh ketulusan. Tak ada kesulitan yang tak dapat dipecahkan oleh ketekunan. Tak ada batu keras yang tak dapat dipecahkan oleh kesabaran. Semua itu haruslah berasal dari hati anda. Bicaralah dengan bahasa hati, maka akan sampai ke hati pula. Kesuksesan bukan semata-mata betapa keras otot dan betapa tajam otak anda, namun juga betapa lembut hati anda dalam menjalani segala sesuatunya. Anda tak kan dapat menghentikan tangis seorang bayi hanya dengan merengkuhnya dalam lengan yang kuat. Atau, membujuknya dengan berbagai gula-gula dan kata-kata manis. Anda harus mendekapnya hingga ia merasakan detak jantung yang tenang jauh di dalam dada anda. Berbicaralah dengan hati. Ya, semua permasalahan, seberat apapun jika dibicarakan dengan hati maka semuanya akan menjadi mudah dan menemukan jalan keluar yang baik. Sebaliknya, jika kita mengedepankan emosi, maka persoalan sekecil apapun bahkan tak akan pernah menemukan jalan keluar. Dan parahnya lagi, justru cara-cara emosional hanya akan menambah rumit persoalan dan berpotensi besar memunculkan permasalahan baru. Jika sudah demikian, kita semua akan rugi. Maka dari itu, mulailah dengan melembutkan hati sebelum memberikannya pada keberhasilan anda.

Tulisan di Pasir dan Batu


            Dua orang sahabat karib sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan mereka bertengkar dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir: HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU.

Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, di mana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya.

Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU. Orang yang menolong dan menampar sahabatnya bertanya, “Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulis di atas pasir, dan sekarang kamu menulis di batu?” Temannya sambil tersenyum menjawab “Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya diatas pasir agar angin maaf datang menghembus dan menghapuskan tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa terjadi, kita harus memahatnya diatas batu hati kita, agar tidak mudah hilang ditiup angin.”

Cerita di atas, bagaimanapun tentu saja lebih mudah dibaca, dihayati. Begitu mudahnya kita memutuskan sebuah persahabatan hanya karena sakit hati atas sebuah perbuatan atau perkataan yang menurut kita keterlaluan hingga menyakiti hati kita. Sakit hati lebih mudah untuk diingat dibandingkan begitu banyak kebaikan yang dilakukan. Mungkin ini memang sebagian dari sifat buruk dari kita.

Tidak menangis waktu kalah

“Aku berdoa supaya aku tidak menangis waktu aku kalah…..”
Suatu ketika, ada seseorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan. Suasana sungguh meriah siang itu, sebab ini adalah babak final. Hanya tersisa 4 orang sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri, sebab memang begitulah peraturannya.
Ada seorang anak bernama, Mark. Mobilnya tak istimewa namun ia termasuk dalam 4 anak yang masuk final. Disbanding semua lawannya, mobil Mark-lah yang paling tak sempurna. Beberapa anak menyaksikan kekuatan mobi lainnya. Yah, memang mobil itu tidak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip di atasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya. Namun, Mark bangga dengan itu semua, sebab, mobil itu buatan tangannya sendiri.
Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mulai bersiap di garis start, untuk mendorong mobil mereka sekencang-kencangnya. Disetiap jalur lintasan, telah siap 4 mobil, dengan empat pembalap kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkarang dengan empat jalur terpisah diantaranya. Namun, sesaat kemudian, Mark meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdoa.
Matanya terpejam, dengan tangan bertangkup memanjatkan doa. Lalu, semenit kemudian, ia berkata, “Ya, aku siap!” Dor!!! Tanda telah dimulai. Dengan satu hentakan kuat, mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak-sorak, bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing.
“Ayo….ayo…cepat….cepat,maju….maju!!”, begitu teriak mereka. Ahhaa..sang pemenang harus ditentukan, tali lintasan finish pun telah terlambai.
Dan …
Marklah pemenangnya. Ya, semuanya senang begitu juga Mark. Ia berucap, dan berkomat-kamit lagi dalam hati. “Terima kasih”.
Saat pembagaian piala tiba. Mark maju ke depan dengan bangga. Sebelum piala itu diserahkan, ketua panitia bertanya. “Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?” Mark terdiam.”Bukan, Pak, bukan itu yang aku panjatkan,” kata Mark.
Ia lalu melanjutkan, “Sepertinya, tak adil untuk meminta pada Tuhan untuk menolongku mengalahkan orang lain, aku hanya bermohon pada Tuhan, supaya aku tak menangis juka aku kalah.”
Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk-tangan yang memenuhi ruangan.
Teman, anak-anak tampaknya lebih punya kebijaksanaan dibanding kita semua. Mark tidaklah pemohon pada Tuhan untuk menang dalam setiap ujian. Mark tak memohon kepada Tuhan untuk meluluskan dan mengatur setiap hasil yang ingin diraihnya. Anak itu juga tak meminta Tuhan mengabulkan semua harapannya. Ia tak berdoa untuk menang, dan menyakiti yang lainnya.
Namun, Mark bermohon pada Tuhan, agar diberikan kekuatan saat menghadapi itu semua. Ia berdoa, agar diberikan kemuliaan, dan mau menyadari kekurangan dengan rasa bangga. Jadi, berdoalah agar kita selalu tegar dalam setiap ujian. Berdoalah agar kita selalu dalam lindungan-Nya saat menghadapi, itu ujian tersebut.